Halaman

Lost in Pantai Tanjung Harapan Tanah Merah, Samboja

Pantai Tanjung Harapan
Semenjak perjalanan ke pantai Beras Basah Januari kemarin, saya belum pernah menapakkan kaki lagi di pantai. Kangen rasanya berlari-lari di antara ombak dan pasir, berjoget-joget riang dan teriak "Pantai Bodoh!!!" untuk kesekian kalinya. Dan rasa kangen itu belum bisa dilampiaskan karena, well, akhir-akhir ini kesibukan saya meningkat.

Kemudian, melihat warna merah di kalender yang jauh dari hari minggu itu membuat saya berteriak-teriak senang. Saya harus liburan, pikir saya. HARUS. Mau kemanapun dengan siapapun, saya tidak peduli. Saya. Harus. Liburan.

Karena beberapa sebab dan hal-hal absurd lainnya, perjalanan ini saya skip langsung ke hari Kamis, 6 Juni 2013 pukul 11.45 WITA bertempat di SMK TI Airlangga. Yup, pasukan liburan nekat dan kacau ini terdiri dari saya, Nene, Eboth, Hanung dan Ayu. Kami sepakat untuk ke pantai di Samboja, yaitu pantai Tanjung Harapan Tanah Merah. Pantai yang "katanya" hanya memakan waktu 2,5 jam jika melewati rute Samarinda - Sangasanga - Handil - Samboja. Pasukan ini nantinya akan bertambah di Handil, dua cecunguk imut sepertinya ingin bergabung, malah, mereka yang memanipulasi pikiran kami untuk pergi kesana.

Ini Frisca
Hanung dan Ayu
Ini Ari dan Wenda, si Musang
Ini Nene
Ini eboth
Ini Momo dan Bubu, the Sugar Glider
Oke, 2,5 jam, nyampe ke pantai. Jelas tawaran yang menyenangkan sekali. Kerinduan saya terhadap pantai pasti bisa terbalaskan. Hanya saja, saya tidak mempertimbangkan tulisan "katanya" di depan statement tadi. Lupa, sama sekali lupa kalau jalur Palaran udah kaya jalur perang. Debu dan macetnya gila-gilaan. Belum lagi aksi tunggu-tungguan gegara rombongan terpisah. Dan yang paling fatal adalah, saya lupa jalanan Samarinda - Sangasanga - Handil itu hanya bisa dilalui dengan kecepatan maksimal 40 KM perjam. Yap, sukseslah kami merana di sepanjang jalan.

Karena keberangkatan kami yang jauh dari rencana awal. FYI aja sih, malemnya punya rencana jam 10 teng udah berangkat dari sekolah. Eh, molor sampe 1 jam setengah. Yah, ga ada yang boleh protes saat kami tiba di pantainya sekitar jam 15.00 WITA. Ditambah insiden motornya Nene kebocoran ban. Akhirnya kami hanya sempat menikmati semilir angin dan kerindangan pohon pinus nya. Padahal Eboth dan Nene sempat berfikir untuk berenang. Tapi, apalah daya, waktunya mepet. Iyaaa,, itu salah kami, puas?

Review Pribadi

Saya kurang ingat berapa harga yang harus ditebus untuk menikmati keindahan pantai Tanjung Harapan ini. Yang saya ingat hanya biaya parkirnya Rp 2.000,- dan biaya perorang antara Rp 2.000,- s/d Rp 5.000,-. Tergantung berat badan sih. Eh, nggak deh bohong. Saya beneran gak ingat, yang jelas harga segitu mah worthed lah sama pantainya.

Jalan masuknya ngelewatin jejaran rumah-rumah sederhana, dan karena banyak yang pelihara sapi, maka berhati-hatilah saat melintas, karena ranjau bertebaran dimana-mana. Yah, nggak dimana-mana juga sih, tapi jarak 10 meter pasti ada satu. :p Jalanannya udah bagus, udah disemen gitu. Gak kaya tahun 2008 lalu, terakhir saya kesana masih jalan tanah, dan kontras sekali dengan E'ek Sapi yang meraja.

Begitu masuk dalam kawasan wisatanya, mata dimanjakan dengan pemandangan hijau yang asri. Yup, pohon pinus dalam jumlah banyak dan tinggi banget, menambah eksotis suasananya. Jadi teduh dan tenang, serasa barada di hutan pinus, dekat pantai. Eh, atau berada di pantai dekat hutan pinus? Yang jelas, ranjau-ranjaunya masih ada, walau tidak seintens tahun 2008 lalu. Hehe.. 

kurang lebih gini ni hutan pinusnya
Sedangkan pantainya sendiri termasuk bersih. Masih ada beberapa pohon bakau di bibir pantai. Boleh saya bilang mengganggu gak yah? Soalnya akar-akarnya itu lumayan bikin keder. Mencuat-cuat, kalau gak pake sendal lumayan loh rasanya. Kaya pijat refleksi ekstrim gitu. Tapi jangan khawatir, pantainya panjaaaaang banget, kalau jalan kaki dari pintu masuk sampe ke ujung, lumayan gempor juga. Dan ada area-area yang tidak tertanami bakau dan aman untuk kaki.

Di ujung pantai, sebelah kanan, ada jembatan yang menghubungkan pantai sebelumnya dengan jalan ke pantai yang lain. Pantai ini berada di balik semak-semak. Setahu saya, area ini yang biasanya digunakan sebagai tempat camping. Pasirnya putih dan lembut. Lebih putih dan lebih lembut dibandingkan pantai utama. Lautnya bersih, hampir bening. Dan yang paling penting adalah, SEPI ! Err,, bukan bermaksud ngajarin yang aneh-aneh loh ya, tapi maksud saya adalah, alangkah baiknya saat saya ingin joget-joget dan lari-larian ala film india di pantai, tempat sepi adalah tempat terbaik. Ya, gini-gini saya agak peduli sama image. Agak.

Ini Pantai yang setelah melewati jembata Sirathal Mustaqim tadi
Oh, iya, hanya saja, belum saya sampaikan di awal tadi mengenai jembatannya. Hehe,, itu jembatan Sakaratul Maut banget! Udah reyot, dan papannya lepasan dimana-mana. Bahkan ada yang kayu penyangganya memang sudah patah. Untuk bisa lolos dari jembatan itu, hanya dengan berjalan kaki - resikonya, jalannya jauh. Atau dengan mengendarai sepeda motor, namun hanya satu orang yang berada diatasnya, dan orang tersebut harus memiliki nyali Gatot Kaca. Sumpah ekstrim banget keadaan jembatan tersebut. Yah, atau salah kami juga yang malas berjalan kaki, sehingga sedikit memaksakan diri. Iya, salah kami, lagi.

Tanaman unik yang kaya di pelem"
Kembali ke pantai utama. Di ujung pantai, sebelah kiri, ada semacam gusung. Mungkin bukan gusung juga, hanya pecahan pantai yang tidak sengaja dialiri air. Mungkin juga lagi pasang, makanya terlihat seperti gusung yang terpisah dari pantai. Dan ini adalah tempat favorit saya. Kenapa? Karena ada sebuah pohon besar yang benar-benar hanya tinggal rantingnya saja. Dan ada sebuah batang pohon yang kondisinya kurang lebih sama. Ah, saya hampir menangis terharu melihatnya. Ini EPIC, pecah banget! 

Tuh, dipake hunting kan langsung? :p
Agak random ya, paragraf di atas? Hehe.. jadi begini. Sebenarnya saya sangat suka fotografi. Dan saya selalu mencari objek-objek aneh yang sekiranya bisa jadi bahan bagus di foto. Dan kebetulan itu adalah hari dimana saya testing up si ganteng yang baru jadi milik, makanya, excitednya berlipat ganda. Berikut foto-foto yang saya hasilkan dari pohon epic tersebut.







Begitulah, perjalanan ini akhirnya menemukan klimaks dan happy endingnya. Setidaknya saya merasa perjalanan berangkat dan pulangnya worthed banget dengan keindahan pantainya. Saya mendapat beratus-ratus foto bagus, beberapa video absurd, dan sebuah pemikiran bahwa mungkin saja pantai ini akan jadi tujuan pre-wedding saya nantinya. :p Saya pasti kembali, tapi entah kapan. Yang jelas, perjalanan ini saya kasih point 8 bintang. Karena perjalanan panjangnya dan keindahan lautnya. :))

Resume by Frisca :
Kelebihan :
  • Administrasi untuk masuknya tergolong acceptable
  • Pantainya termasuk kategori bersih.
  • Hutan Pinusnya EPIC !
  • Pohon keringnya juga lebih EPIC !
  • Suasananya nyaman buat berkumpul bareng keluarga sambil bakar-bakar ikan, (TAPI GAK PAKE NYAMPAH YA)
Kekurangan :
  • Kalau mau pecicilan gak pake sepatu, hati-hati ya. Buah pinusnya tajam-tajam gimana gitu.
  • Masih kurang banyak penjual yang menjajakan makanan, kalaupun ada jauh gitu. Bagus sih, lebih alami, tapi, agak gak bagus juga buat kita yang datang tanpa persiapan makan. Kemaren kelaperan, kesian.
  • Jarak tempuh dari Samarinda lumayan panjang. Apalagi kalau lewat Handil. Bisa keram pantatnya, dan kena ISPA mendadak gegara debu-debu di Palaran. Itu kalau pas kering, kalau pas basah lebih gak enak lagi, mandi lumpur men~
Saran :
  • Kalau dari Samarinda, mending sekalian lewat Bukit Suharto deh, jalannya lebih menjanjikan. Memang lebih panjang sih jaraknya, tapi waktu tempuhnya sama. Soalnya di Bukit Suharto bisa ngebut sampe 120KM perjam. :p
  • Jangan lupa bawa air minum sendiri. Daripada kehausan.
  • Dan yang paling penting itu, jangan membuang sampah sembarangan. Mari dirawat baik-baik bersama biar Pantai ini tetap bersih sampai kedepan nantinya. :)

5 komentar:

  1. gak ajak - ajak ? owh aja sih ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah siapa? salah siaapaaaa?? jadi sekarang aku yang salah? iya salahin aja aku terus,,,

      Hapus
  2. Yang di sebut pohon pinus itu, sebenarnya adalah pohon cemara laut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hoo? Pohon cemara laut ya? Saya pikir itu pinus, soalnya buahnya mirip sekali dengan pohon yg ada di dekat rumah saya. :)

      Hapus
  3. waahh ini tempat saya tinggal nih mba .. heheh

    BalasHapus