Halaman

Social Media,, oh,,, Social Media,,

Hasil semedi seorang stalker, yang mencoba untuk berjauhan dari jejaring sosial selama 3 hari. Membutuhkan kekuatan keteguhan pikiran yang lumayan loh,, hanya untuk menahan diri tidak update apapun di Facebook maupun Twitter. Walaupun, update Socmed yang lainnya yang terhubung dengan keduanya masih jalan, tapi, yah kan judulnya cuma "Puasa Twitter dan Facebook", jadi masih boleh utak atik yang lain,, :p
 
Jadi, begini ceritanya. Beberapa hari sebelum ini, ngerasa keterlaluan aja di beberapa socmed,, dan setelah saya baca-baca lagi, ya memang sepertinya nggak pantas. Oleh karena itu, mencoba merenung dan me-reset kelakuan bodoh saya di jejaring sosial dengan tidak mengupdate apapun di 2 jejaring social saya. Hanya stalking timeline, dan memberikan komentar singkat. Cuma sebatas itu, namun godaannya luar biasa.

Terkadang, sempat berfikir. Bahwa memang telalu banyak mengeskspose apapun di jejaring social hanya akan membuat image buruk terhadap diri sendiri. Bahkan, walau kita mengekspose hal-hal baik. Entah kenapa ini menjadi semacam tradisi, kebiasaan atau apa lah namanya,, apa yaaa,, Addicted mungkin sebuah kata yang tepat. Yup, ketergantungan, dan kecanduan. Layaknya narkotika yang candu, dan membuat kita tidak bisa lepas. Dan, jika sudah kecanduan, pastinya yang tadi hanya berniat menulis hal-hal baik, tinggal tunggu waktu saja untuk menulis hal-hal yang tidak baik.

Contohnya saya. 

Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menjadi Alay. *nangis*. Iya, saya akui saya pernah alay, dan mungkin sekarang juga masih, walau dengan porsi yang lebih sedikit, dan *semoga* lebih useful. Dan kemudian dapat pencerahan beberapa bulan yang lalu, mencoba membalik apa yang pernah saya ekspose menjadi hal-hal yang lebih bermanfaat. Saat dalam proses, saya tau saya kecanduan, dan seakan tiap hari akan tidak lengkap tanpa online. Yak, saya positif sakit jiwa. Sakit jiwa karena ketergantungan terhadap sesuatu yang tidak seharusnya.

Dan, setelah itu, tanpa saya sadari tabiat buruk saya kembali dengan sendirinya. "Nyampah" menjadi hal yang menyenangkan buat saya. Karena, kita bisa sebebasnya berbicara tanpa perlu peduli dengan orang-orang di sekitar kita. Padahal, bisa saja sebenarnya mereka terganggu. Bisa saja sebenarnya mereka yang tidak ingin tahu masalah yang kita hadapi. Bisa saja mereka tidak perlu tau, dan akhirnya menjadi tau. Bisa saja. 

Saya tidak menyadari hal tersebut sampai akhirnya seseorang berkata kepada saya. "Sepertinya kamu sudah terlalu aktif deh di jarsos." dan saya membenarkan hal tersebut. Dia kemudian menambahkan, "Coba deh sekali-sekali jadi orang luar, jadi pengamat, stalker, dan kemudian lihat, rasakan, kira-kira apa yang kamu lakukan itu sudah benar gak? Bermanfaat ga?". Awalnya kekeras kepalaan yang membiarkan saya tidak terima dan ngeles dengan alasan-alasan yang banyak diawali dengan kata "Tapi kan,,". Namun, akhirnya, tetap saja saya membenarkan perkataannya. Dan kemudian saya mencoba. Hanya tiga hari, dan saya berfikir itu mudah. Kenyataannya sebaliknya.

Hahaha,, ketawa aja deh yang mau ketawa. Saya memang sudah terlalu lama bersikap berlebihan dengan semua jejaring sosial yang saya punya, jadinya 3 hari ini, hanya stalking timeline, dan menahan diri untuk tidak membalas semua mention dan notif yang masuk, hampir membuat saya gila. Eh,, bohong deh, nggak sampai mau gila sih, tapi ya kurang lebih bikin frustasi lah. Apalagi saat ada beberapa mention yang memang harus saya balas hari itu, bener-bener ya, keterbiasaan itu mengerikan.

Tapi, toh ternyata saya bisa juga melewatinya. Toh, saya masih hidup walau ga ngupdate status selama 3 hari,, toh, masih berteman sama mereka yang berada dalam timeline saya. Bahkan saya banyak melihat hal-hal menarik yang terlewat. :3 Menjadi outsider itu tidak selamanya buruk. Saya menjadi cukup waras untuk menyadari, bahwa tidak semua orang ingin mengetahui masalah saya. Dan mengeluh disana pun tidak akan memberikan saya jalan keluar yang nyata. Paling hanya sekedar simpati sambil lalu, atau bahkan hanya sekedar #pukpuk :p

Semua menganggap dirinya paling benar, paling berani, padahal jika bertemu dan saling berhadapan, belum tentu berani berkata-kata seperti itu. Menimbulkan mental pengecut, mental pecundang, hanya bisa berkoar namun buktinya nol besar. Menyadarkan banyak orang tentang kemunafikan diri sendiri, karena terkadang apa yang ditulis, bukan yang sebenarnya. Lebih banyak salah paham dibanding kesepahaman, apa ini bisa dibilang sehat?

Wooowww,, ternyata saya sudah banyak menyia-nyiakan waktu saya untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Seharusnya saya bisa menggunakannya dengan kepentingan yang lebih baik lagi. Padahal, kebutuhan pendidikan saya seharusnya bisa saya kembangkan dari sini,, --" benar-benar sebuah kesia-siaan yang luar biasa. Kemudian apakah ini berarti saya akan berhenti?? haha,, tentu tidak, saya hanya akan merubah posisi saya, dari pemain utama, menjadi pengamat. Pengamat yang kadang-kadang khilaf dan iseng untuk merusuhkan suasana jejaring sosial. Lebih banyak hal baik, lebih banyak hal bermanfaat, dan lebih banyak hal-hal yang mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan sendiri. Well,, stalking bisa jadi menyenangkan jika tau bagaimana trik-trik untuk stalking yang baik. haha,, saya masih mengumpulkan bahan, mungkin suatu saat nanti saya akan bahas. 

Oke, sekian renungan saya, maaf juga kalau ternyata cuman buang-buang waktu kalian yang baca, karena belum bermanfaat. Hanya mencoba mengekspresikan diri. :) Keep Blogging guys,, :3

2 komentar: