Halaman

EIFAF Kutai Kartanegara 2017. Teman Baru, Kenangan Baru.

Tarian Belian di Street Performance Pulau Kumala,.
Terkadang saya suka takjub dengan keberuntungan diri ini. Karena siapa sangka, saya diberi kesempatan untuk menjelajahi Kutai Kartanegara dengan teman-teman blogger nusantra yang diadakan oleh Kementrian Pariwisata Indonesia. Saya dan seorang lagi blogger lokal berkesempatan untuk ikut dalam FAMTrip Kutai Kartanegara bersama 7 blogger lainnya yang datang dari Ibukota. Rencananya selama 5 hari mulai 24 hingga 28 Juli 2017, kami akan menelusuri spot-spot wisata di Kutai Kartanegara.

EIFAF (Erau International Folk Art Festival) Kutai Kartanegara menjadi alasan utama kegiatan ini. Event tahunan ini rupanya telah menjadi daya tarik nasional, bahkan Internasional. Semenjak 2013 lalu, Erau yang merupakan upacara adat yang dilasanakan oleh Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ini bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, mulai memadukan dengan International Folklore And Art Festival yang akhirnya kemudian bertajuk Erau Adat Kutai International Folk Arts Festival (EIFAF)

Namun, karena EIFAF ini sendiri berlangsung hingga 10 hari, kami tidak mengikuti semuanya. Hanya dihari pertama kami mengeksplor Tenggarong. Selanjutnya kami berada di kota lain dengan daya tarik wisata yang lain.

EIFAF tahun 2017 ini diikuti oleh kontingen dari 9 negara jika Indonesia juga ikut dihitung di dalamnya. Negara tersebut adalah Indonesia, Bulgaria, Slovakia, Polandia, Thailand, China, India, Korea Selatan dan Jepang. Ke-9 negara ini akan menampilkan masing-masing kesenian dari negaranya, dan juga di waktu yang sama kegiatan rangkaian Upacara Adat Erau juga tetap berlangsung.

Karena perjalanan dari Ibukota hingga ke Tenggarong memakan waktu yang lama, kami sampai di Tenggarong sore hari. Tepat ketika itu di Pulau Kumala diselenggarakan acara Street Performance, dimana kontingen EIFAF akan menampilkan karyanya masing-masing. Kami langsung menuju Pulau Kumala saat itu juga.

Jembatan Repo-repo. Photo By : Jo (@ranselusang)
Pulau Kumala sendiri adalah daratan panjang berbentuk pulau yang berada di tengah sungai Mahakam, dan sudah sejak lama menjadi tujuan wisata di Kutai Kartanegara. Disana bisa ditemukan banyak hal, mulai wahana permainan, kolam naga, patung lembuswana, hingga replika Lamin Mancong yang didesain persis seperti Lamin Mancong yang ada di Tanjung Isuy dengan skala 1:1. Pengunjung juga dapat berkeliling pulau sambil bersepeda dan melihat pemandangan kota tenggarong dari seberang pulau.

Tiket Masuk Ke Pulau Kumala.
Photo by : Nicko (@nickosilfido)
Gembok cinta di Repo-repo.
Semenjak 2016 kemarin, akses menuju Pulau Kumala yang sebelumnya hanya bisa dilalui dengan ketinting (kapal motor kecil), sekarang bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Tepatnya Maret 2016 kemarin Jembatan Repo-repo yang menghubungkan antara daratan Tengggarong dengan Pulau Kumala diresmikan dan dibuka untuk umum dengan biaya tiket masuk sebesar 7.000 rupiah. Jembatan yang membentang sepanjang 230 meter ini dinamakan Repo-repo yang berarti "Gembok" bukan tanpa sebab. Karena siapapun pengunjung yang datang boleh memasang gembok di sepanjang pagar jembatan tersebut.

Setibanya kami di Pulau Kumala, kami sempat melihat 2 tarian. Yaitu dari Polandia dan dari Kutai Kartanegara sendiri. Uniknya, Street Performance di Pulau Kumala digelar tanpa panggung. Sehingga para penari bebas berinteraksi dengan penontonnya. Bahkan beberapa diantara pengunjung diajak untuk menari bersama.

Penari perwakilan Polandia
Santai sore di tepi sungai Mahakam
Selesai melihat Street Performance dan menghabiskan waktu di Pulau Kumala dengan menyaksikan matahari terbenam, kami cepat-cepat menuju Keraton Kutai Kartanegara untuk menyaksikan Upacara Bepelas. Bepelas sendiri dilaksanakan setiap malam hingga Erau di tutup. Bepelas merupakan upacara sakral yang wajib dilaksanakan dan dilakukan langsung oleh Sultan Kutai Kartanegara.

Ritual Bepelas diawali dengan pembacaan mantra oleh seorang dewa, mantra tersebut di maksudkan untuk menjaga dan menambah kewibawaan sultan, kemudian di lanjutkan tari-tarian oleh para Dewa sambil mengitari Ayu dan kemudian diikuti oleh anggota kerabat kesultanan dan undangan yang hadir bersama-sama menari tarian Ganjur. Tarian Ganjur ini adalah tarian sakral yang dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga dan melindungi jalannya proses acara Bepelas dari perbuatan roh-roh jahat supaya tidak mengganggu.

Tari Ganjur oleh perwakilan kontingen Polandia
Setelah tari-tarian disuguhkan, Sultan Kutai Kartanegara dijemput untuk memulai pelaksanaan ritual Bepelas. Seorang Pimpinan Belian terlebih dahulu membaca mantra-mantra yang diiringi gamelan-gamelan yang terus mengalun membawakan tembang ireng-ireng. Ketika gong besar dibunyikan, Sultan kemudian meniti tapak kanan yang didahului dengan menginjak sebuah batu pijakan, tangan kanan Sultan memegang rentangan Tali Juwita, sementara tangan kiri memegang rentangan Kain Cinde. Sultan pun menuju Ayu yang teah berdiri tepat didepan gong Raden Galuh, Sultan kemudian berhenti sejenak untuk dipelas oleh seorang pawang yang disebut Belian. Bersamaan dengan bersentuhnya kaki kanan Sultan pada gong Raden Galuh, maka terdengar suara ledakan yang keras dari arah dermaga yang berada tepat didepan Keraton (Museum Mulawarman), jumlah ledakan pada malam pertama terdengar satu kali, dan malam kedua terdengar dua kali ledakan dan seterusnya kecuali malam jum'at tidak ada prosesi Bepelas, setelah Belian membacakan mantra-matra, Sultan berbalik kebelakang dengan tangan kanan memegang Kain Cinde dan tangan kiri memegang Tali Juwita.

Ada cerita lucu dibalik ledakan meriam malam itu. Ketika beberapa rekan trip ini sibuk mengambil gambar di dalam Keraton, saya memilih keluar karena merasa bahwa apa yang saya punya sudah cukup. Saya menunggu di halaman Keraton dekat dengan kendaraan yang kami gunakan, mungkin sekitar 40 meter dari pagar luar Keraton.

Lalu, saya yang sama sekali tidak menyangka bahwa suara ledakan meriamnya akan sebesar itu sebenarnya cukup kaget dan jantung saya berdbar kencang sekali. Saya juga merasakan hempasan angin meriam yang menghantam cepat ke arah tubuh saya, tanah yang saya pijak seperti bergetar, dan beberapa mobil ribut mengeluarkan suara alarmnya. Sekelebat saya juga melihat cahaya merah dari depan Keraton. Dan salah satu rekan trip ini mengaku lututnya sampai bergetar. Benar-benar pengalaman baru, merasakan bias ledakan meriam saja bisa sampai seperti itu. Karena jujur saja, ini pengalaman Bepelas saya yang pertama meskipun saya tinggal di kota yang berjarak hanya 30 menit dari Tenggarong.

Ditutup dengan mencicipi rasa udang galah khas muara di salah satu restoran di Tenggarong, setelah itu kami akhirnya pulang ke Samarinda lagi untuk istirahat dan menyiapkan diri menghadapi spot wisata selanjutnya. Kami akan mengeksplor sungai Mahakam untuk bertemu dengan Pesut Mahakam.

Yay~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar