|
Sunrise. Dari Saboyang |
Kembali terbangun dengan perasaan nyaman yang luar biasa. Bagaimana tidak? Jika kamu adalah seorang yang memandang laut sebagai tempat yang lebih "
Home" daripada kamarmu sendiri, maka terbangun dengan desir ombak dan langit biru akan membuatmu meledakkan kotak bahagiamu. Oke, mulai berlebihan. Yang ingin saya sampaikan disini adalah, ya, saya terbangun dengan perasaan nyaman sekali, meski punggung dan leher lumayan pegal karena tidur di dermaga ulin yang keras tanpa bantal, tapi saya tetap merasa nyaman. Yap, laut itu punya kesan sekuat itu pada saya.
Hari Ketiga,Senin, 31 Maret 2014
Pagi itu, kembali menikmati sunrise yang terhalang awan. Namun, langit yang cerah membuat berkas sinar mentari itu membara. Membentuk berkas-berkas api dalam pantulannya terhadap awan. Begitu merah. Begitu indah. Sayang sekali pagi itu adalah pagi terakhir untuk kami merasakan kedamaian yang kuat. Terisolir dari dunia luar dan bercengkrama hanya dengan alam. Bayangan kembali ke dunia nyata itu yang membuat saya semakin berat membereskan barang-barang saya di dermaga. Tapi toh harus saya lakukan juga, karena jam 08.00 kami harus bertolak dari Pulau Saboyang untuk mengejar waktu kembali ke Samarinda. Kapal 2 malah rencananya gak akan mampir lagi, langsung pulang menuju Desa Lori. Sementara rombongan kapal 1 akan menyinggahi 2 gusung lagi.
Setelah bersiap-siap dan sarapan. Kami pun mulai mengangkuti semua barang yang sudah kami siapkan sebelumnya. Dan, mulai pamit dengan warga sekitar, sedikit sedih sebenarnya, apalagi temen-temen dengan warga lainnya udah sangat akrab. Banyak anak-anak kecil yang berkumpul mendatangi kami, dan mereka memang memerlukan sosok seorang guru yang bisa mengajari mereka serta menemani mereka bermain. Satu-satunya guru yang mengajar disana, kala itu sedang ambil cuti untuk kembali ke Mamuju. Bocah-bocah itu benar-benar telihat "butuh teman main" atau "Guru" hahaahaha. Terbukti dengan terlihat senangnya mereka saat Helmi, salah satu rombongan ikut mengajari anak-anak itu menyanyi. Pemandangan yang benar-benar menyentuh.
|
Kapal 2 Menjauh dari Dermaga |
Kemudian, setelah semua siap di dermaga, kami kembali berpamitan dengan rombongan kapal 2. Karena semua rombongan di kapal 2 segera ingin sampai di rumah masing-masing. Melihat kapal 2 menjauh dari dermaga membuat hati saya sedikit sedih, karena bagaimanapun perjalanan ini sebenarnya belum selesai, kami masih akan mendatangi 2 gusung lagi. Dan gosipnya, pemandangan underwater dua gusung ini sangatlah menawan.
Sekitar 30 menit setelah kapal 2 beranjak dari dermaga Saboyang, rombongan kapal 1 juga akhirnya berpamitan dengan penduduk. Diiringi lambaian tangan dan senyum hangat warga Saboyang, kami puang dengan berat hati. Terlalu singkat rasanya, masih belum puas bermain bersama mereka.
Gusung Tiga
|
Gusung Tiga, dan Air Sebening Kaca-nya. |
Setelah mengarungi laut sekitar 1 jam kemudian, kami berhenti di sebuat spot untuk melihat keindahan underwaternya. Kenapa disebut gusung tiga? Mungkin sebenarnya wilayah ini tidak punya nama, hanya saja karena ada tiga gusung berdekatan, maka disebut gusung tiga begitu saja. Dan, tolong jangan bertanya tentang pemandangan di bawah lautnya. Karena, sekedar kata-kata tidak sanggup untuk menggambarkan keindahan maha sempurna itu.
Di gusung ini, kami tidak merapat ke tepi. Hanya melabuhkan jangkar saja, dan semua orang kemudian turun ke air yang bening sebening kaca. Kebetulan, kedalaman air tidak mencapai 1.5 meter, sehingga siapapun bisa ikut main air disana tanpa takut tenggelam.
|
Salah satu dari 3 Gusung |
|
Terlihat Dari Kejauhan |
|
Snorkeling Gaya Bebas, Kapten ! |
Saya akui, spot ini luar biasa. Selain kerapatan terumbu karangnya yang tiada cela, spesies karang dan ikannya juga beragam. Seperti melihat kupu-kupu berenang indah di bawah air. Ikan-ikan biru itu benar-benar kontras di atas karang yang berwarna pucat. Saya kembali teringat dengan lantunan ayat Al Qur'an, "
Maka, nikmat Tuhan-mu yang manakah, yang kamu dustakan?" (Q.S.55:13)
Sekitar 45 menit kami berenang cantik bersama ikan-ikan disana. Karena kami juga harus mengejar waktu kepulangan, maka kami sudahi saja eksplorasi di spot tersebut.
Gusung Durian
|
Pemandangan Gusung Durian |
Di spot ini, saya cuma bisa berdecak kagum. Sudahlah, laut di Kepulauan Balabalagan ini benar-benar sudah membuat saya jatuh hati. Laut yang jernih dengan visibility luar biasa, rasa asin yang tidak terlalu pekat, dan keanekaragaman hayati di bawah lautnya membuat saya tidak ingin naik kembali ke kapal dan pulang ke daratan.
|
Dari atas saja sudah memukau. |
|
What a View. |
Warna warni itu begitu indah, tidak bisa saya temukan dimanapun di atas tanah. Jujur saja, dari semua spot underwater yang kami datangi. Menurut saya gusung Durian ini adalah yang terbaik. Terumbu karangnya rapi berjajar di sepanjang laut. Bahkan ada tubir yang dipenuhi dengan terumbu karang yang rapat, membuat saya kembali teringat akan Wall of Reef-nya Manado Tua. Langit cerah saat itu menambah kemilau pantulan cahaya di sana membuat semua jadi lebih indah.
"Serasa di negri dongeng." Saya menggumam dalam hati.
Dan sayangnya, semua kesenangan pasti berakhir. Arus air saat itu membawa kawanan ubur-ubur berenang dengan riang gembira melewati di tempat kami berenang. Tanpa pikir panjang, saya langsung naik ke atas kapal. Oh, bukan karena takut tersengat. Err... itu juga sih, meskipun sepertinya ubur-ubur ini tidak menyengat karena tidak punya tentakel. Namun tetap saja, saya cari aman dan langsung lari ke atas kapal.
Bagi saya, ubur-ubur adalah musuh besar saya di laut. Sehingga, kesenangan harus berakhir. Tetapi, syukurlah saya juga menyadari kondisi fisik saya saat itu sudah mulai lelah. Maka, berakhirlah perjalanan epic di pertengahan selat Makasar ini.
Perjalanan Pulang.
Sekitar pukul 17.00 kami mulai merapat ke Dermaga Desa Lori. Dengar-dengar teman-teman dari kapal 2 juga baru sejam yang lalu merapat ke daratan. Sebab, ternyata saat mereka sampai pukul 15.00, air masih terlalu surut sehingga kapal mereka tidak bisa bersandar di dermaga.
Kelelahan yang teramat sangat ternyata mempengaruhi kegiatan kami di kapal saat itu. Cuma tidur yang bisa dilakukan. Haha, tetapi tenang saja, semua lelahnya terbayar. Bukankah 3 hari 2 malam menghilang dari peradaban cukup bisa menenangkan pikiran? Plus, perjalanan ini penuh pendewasaan, sehingga nikmat mana lagi yang mau saya dustakan?
|
Judulnya Tidur Cantik. Mereka yang tidur, kami yang cantik. :D |
Kepulauan Balabalagan memang mempunyai sejuta potensi yang bisa di kelola menjadi wisata yang baik, asalkan benar-benar dikelola sebaik mungkin. Saya berani mengatakan bahwa keindahan Derawan kalah jauh dengan Kepulauan Balabalagan, jika suatu saat nanti Kepulauan itu benar-benar ditujukan untuk wisata.
Tidak ada yang lebih menyenangkan selain bisa menjumpai tempat-tempat yang berpotensi menjadi wilayah wisata yang luar biasa. Saya sebagai penduduk Indonesia yang
SANGAT KAYA ini hanya berharap, semoga kedepannya Kepulauan Balabalagan tidak lagi dikesampingkan oleh pemerintah. Tidak lagi mendapat urutan terakhir saat bantuan-bantuan disalurkan. Dan bisa menjadi perhatian utama, untuk dikelola lebih baik lagi. Itu saja. :)
Saya akan kembali kesana lagi suatu saat, tentu saja!
Miss You Already, Balabalagan. *smooch*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar