Halaman

Last Trip on 2013 : Super Epic Adventure On Teluk Sumbang [Part II]

Air Terjun Bidadari dan Bidadarinya #eh
"Sesungguhnya, manusia itu tiada mempunyai daya apapun, kecuali Allah meridhoinya. Bagaimanapun, selengkap apapun, sedetail apapun manusia berencana, jika Allah tidak menginginkannya terjadi, maka rencana yang sempurna itu tidak akan pernah terjadi."

Malam itu, kami semua berkumpul di sebuah pondokan yang bercahayakan lampu tenaga surya. Yap, dengan tenaga yang nyaris kosong, kami masih saja membahas apa yang telah terjadi, mengapa terjadi, dan harus bagaimana. Malam itu, saya tidak bisa berfikir. Hanya merasakan perih-perih di sekujur tangan dan kaki, serta pegal-pegal di badan.

Ya, masih melanjutkan perjalanan di Teluk Sumbang yang terpotong di postingan sebelumnya. Kami semua, Pasukan 13 dan beberapa penduduk dari perkampungan Dayak Basab Selatan berkumpul melepaskan penat di pondok itu. Sungguh sesorean itu adalah perjalanan luar biasa bagi kami. Kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum turun ke kampung untuk mengobati Mpo Athie yang terluka sebelumnya. Moodnya bener lagi gak baik sih, tapi ya sudahlah, karena saya ga bisa berfikir. Saya hanya diam mendengarkan di pojok ruangan.

Selesai ngopi bareng, kami pun bersiap-siap kembali ke desa. Rumah kepala Desa Teluk Sumbang lah yang menjadi tujuan kami. Berharap bisa mendapat tempat menginap dan bebersih. Dan kami kembali melintasi perkebunan rindang, meraba-raba pijakan yang aman serta bergelut dengan kegelapan pekat itu lagi. Entah bagaimana caranya, ditengah kelelahan seperti itu, kami akhirnya bisa sampai juga di rumah Bapak Kepala Desa.

Sesampainya di Rumah Kepala Desa, kami mulai bebersih. Karena kamar mandinya cuma 2, para wanitalah yang mendominasi salah satu kamar mandinya. Yang males ngantri malah nyebur di sungai kecil dekat rumah bapak Kepdes. Karena Mpo Athie yang mau dibawa ke puskesmas, maka dia duluan yang beberseih. Sementara saya sedang dengan khitmadnya menemani Mpo Noru yang masih bersedih. Meminjamkan pundak, yang pada akhirnya dikomentari "Kenapa harus kamu lagi, Fris?". Haha, sabar ya po, travelmate mu kali ini masih Frisca. :p

Ngopi-ngopi lagi di tempat si Bapak
Sudah rapi dan cantik lagi setelah sebelumnya penuh lumpur. Mpo Athie bersiap-siap untuk pergi ke Mantri terdekat. Tapi ternyata kata Bapak Kepala Desa, Sang Mantri yang akan datang ke rumah Beliau. Tepat setelah saya selesai bebersih, *karena sebelumnya saya yang janji mau nganterin si Mpo Athie ke Puskesmanya* begitu memasuki ruangan belakang di Rumah Pak Kepala Desa, ada satu sosok yang benar-benar menyita perhatan saya. Seperti dapat pencerahan tambahan, seorang pria tampan menenteng tas dan menghampiri bapak kepala desa. Seketika itu ruangan jadi terlihat jauh lebih cerah, penerangan bertambah dimana-mana, soalnya udah seharian liat badan-badan lecek dan muka kusut, beliau nampak seperti malaikat diantara para pasukan 13 yang laki-lakinya. Hahaha.. oke ini lebay. Saya sempat bertanya sama Mpo Athie, saya fikir itu adalah anak dari kepala desa, ternyata beliau adalah Mantrinya. Subhanallah...

Anu, sebenernya rada gak sopan sih sama mpo Athie mau nulis begini, tapi, ini mungkin hikmahnya dari kejadian yang menimpa dirinya. Lumayan lah, buat nyegerin mata yang tadinya sepet. Membangkitkan semangat yang tadinya udah habis, saya jelas akan sangat dengan senang hati menemani Po Athie dirawat. :p Setelah diperiksa sekilas, ternyata luka Po Athie harus dijahit. Dan, tindakan itu harus dilakukan di ruang tindakan. Yap, langsung saya berdiri semangat untuk membawa Mpo Athie ke Puskesmas. Sayangnya, motor yang dipunya oleh bapak Kepdes ternyata menggunakan Kopling. Jadi *dengan amat sangat* terpaksa, tugas menyenangkan tersebut harus saya pindah tangankan kepada Kak Agus. :(

Saat Mpo Athie diobati, saya dan po Noru membantu Ibu Kepdes menyiapkan makanan untuk semuanya. Iya, ternyata kami semua merasa lapar. Haha.. Malam itu dengan baik hatinya Ibu Kepdes memasakkan kami nasi dan ikan goreng. Dan sisa-sisa bekal kami siang itu kami habiskan sekalian. Makan bersama dimulai setelah Mpo Athie datang dengan cengirannya membawa seplastik obat dan perban di kepala. 4 jahitan dengan cantiknya nangkring di kepala bagian belakang beliau. Dan kak Agus curhat karena dijadikan asisten dadakan oleh Sang Mantri yang ternyata bernama Agus pula. Dan Mantri Agus ini akhirnya menjadi trending topic untuk wanita di Samarinda Backpackers sampai beberapa minggu selanjutnya. :D

Masak dengan arang Part.2
Setelah acara makan malam selesai, semuanya mengambil tempat masing-masing. Karena untuk para wanita sudah disediakan kamar, Mpo Athie kami paksa untuk segera istirahat. Sementara yang lain masih ada yang ngobrol-ngobrol kecil, ada yang langsung tepar, ada yang masih sesi pengobatan. Mungkin, jika saat itu mpo Noru pasang tarif, maka dia pasti bisa dapet sangu buat ngetrip selanjutnya. Jasa pijat memang paling penting di situasi seperti ini. Saat dia sedang merawat Kak Firman, udah 2 orang aja yang ngantri di belakangnya. Kak Akbar dan Kak Agus. Yap, sebenernya saya juga ingin ngantri, apa daya mata gak kuat. Akhirnya memutuskan untuk segera tidur menemani mpo Athie yang mulai demam kecil.

Oia, sebelum benar-benar istirahat, saya sempat mendengar rencana Mas Alyas dan yang lain untuk tetap menjajal trek ke Air Terjun Bidadari. Mereka benar-benar penasaran, apalagi tahu saat sebenarnya lokasi Mpo Athie itu jatuh sama sekali tidak jauh dari lokasi Air Terjunnya. Benar sih, kalau diingat-ingat kami sudah mendengar gemuruh suara airnya, dan melihat percikan airnya yang mengembun. Akhirnya saya yang tadinya udah terlanjur berfikir gak bisa dapetin Air Terjunnya, semangat lagi. Saya. Harus. Ikut. No. Matter. What.

Berjuang untuk menahan rasa excited malam itu, sambil menahan pegal-pegal di kaki dan badan. Yap, ternyata badan saya cukup remuk juga. Tidur malam itu jadi tidak nyenyak. Apalagi saat sekitar pukul 03.00 WITA, bunyi hujan yang turun mulai mengetuk-ngetuk atap rumah Bapak Kepdes. Saya semakin tidak dapat tidur dengan nyenyak. Kalau hujan, rencana nekatnya bakal gagal dong? :( ah sedihnya... Soalnya Teluk Sumbang ini jauh, saya belum tentu bisa dapet liburan untuk datang kesana lagi, dan saya tidak bisa melihat pesona keindahan Hidden Paradisenya.

Hingga akhirnya, fajar benar-benar menjelang. Kembali menyiapkan makan pagi untuk teman-teman semua. Menanak nasi dengan tungku lagi. Benar-benar ini pengalaman seru dalam hidup saya. Kerjaannya cuma masak dan cuci piring aja, padahal kalau dirumah sendiri mah, agak susah moodnya. :p Bertukar sapa selamat pagi dengan semuanya, dan ternyata mereka semua nekat untuk tetap berangkat. Ya, walau hujan. WALAUPUN HUJAN! Sehingga saya pun tidak boleh menyerah, kan ya? Oke baiklah, walau hujan menerpa, saya akan tetap berangkat. Meski harus menjadi satu-satunya wanita yang ikut trekking, demi alasan kepuasan batin saya yang egois ini, saya akan berangkat. Tepar masalah belakangan.

Sarapan sebelum perjalanan menembus hutan dan hujan
Walau beberapa sempat khawatir, karena saya gak punya sendal dan wanita sendirian, dan lain hal sebagainya, but it's okay. Mpo Noru bersedia meminjamkan sendalnya lengkap dengan kaus kaki dan sarung tangannya, Kak Firman dengan underwater case untuk gadget saya, kali ini gak pake bawa barang macem-macem. Dan meyakinkan 9 orang lainnya bahwa saya akan baik-baik saja dan berusaha tidak merepotkan. Pun akhirnya mereka menerima saya. Haha.. Karena Kak Firman lagi demam, beliau tidak ikut berangkat. Pasukannya tersisa 10 orang. Saya, Kak Akbar, Kak Agus, Mas Alyas, Mas Hery, Mas Eko, Mas Dyan, Omeng, Mas Adi dan Adi.

Pasukan 10 orang, minus mas Eko yg lagi Foto
Sekitar pukul 8.00 rombongan kami mulai berjalan. Kami terlebih dulu mendatangi rumah Guide-nya. Kala itu hujan masih lumayan derasnya. Jilbab saya belum-belum udah basah aja. Sedikit khawatir migrain saya kumat, tapi udahlah, jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Jalanin dulu, masalah tepar belakangan. Kaya kata Chris Martin di lagunya Fix You, "If you never try, you'll never know". #tsah

Kemudian, setelah semuanya siap, pak Syarikat pun juga sudah dijemput oleh rombongan ini. Kami mulai kembali trekking dengan jalur yang berbeda. Jalur yang kami lewati ini relatif jauh lebih aman dibanding kemarin, padahal cuaca saat kami lewati jalur itu pun, sedang hujan deras. Memang sih dari awal jalannya udah menanjak, dan terus menanjak sampai kepala saya mulai migrain karena nafas yang tertatih dan kurang oksigen. Tapi, untuk masalah keselamatan hidup, ini jauh lebih nyaman dibanding kemarin.

Saat tanjakan pertama terlewati, terbentang kembali kebun-kebun kelapa. Kami sempat mampir di salah satu pondok dan mencoba mengupas kelapa dengan menggunakan parang yang tertancap di tanah. Dan Pak syarikat berbaik hati memecah satu kelapa untuk diminum oleh semuanya. Lumayan, ada air masuk kerongkongan yang udah mulai kering.

Istirahat di pondokan Kelapa
Kami kembali melanjutkan perjalanan. Menanjak kembali melewati semak-semak dan perkebunan. Entah apa yang ditanam disana, saya tidak terlalu memperhatikan. Yang saya ingat hanyalah sepertinya saya mulai kelelahan. Untungnya teman-teman semua berbaik hati menyemangati supaya tetep melanjutkan perjalanan. Dan beberapa saat kemudian kami sampai di puncak, kami pun tertegun karena pemandangannya luar biasa indah. Dari atas sana terlihat laut dan garis horizon yang membatasinya dengan langit. Perasaan langsung legaaaaaaa banget. Keindahan-keindahan seperti inilah yang membuat semangat saya kembali meningkat. Yayy, one step closer to that mysterious waterfall.
 
Sesi narsis diatas puncak, sayang lautnya ga keliatan karena kabut
Setelah selesai menikmati pemandangan diatas bukit tersebut, kami kembali menapaki jalan. Kali ini menurun. Dan yap, sekali lagi sodara-sodara, kami bertemu dengan lereng terjal hampir 75 derajat. Menuruni dengan hati-hati banget, karena memang jalannya belom ada yang buka. Ditambah hujan yang masih gerimis, kelicinan lereng itu menjadi maksimal. Wah, terperosok dan meluncur jadi kebiasaan kayanya. Udah gak kagok lagi. Apalagi, teman-teman masih saja berbaik hati mempersilahkan saya yang wanita satu-satunya ini untuk menapak di jalan baru, yang belum dilewati banyak orang sehingga tidak terlalu licin.

Dan setelah perjuangan menuruni bukit selama 15 menit, dengan iming-iming suara menderu air jatuh dari Air Terjun Bidadari itu sendiri, kami sampai ke tepi sungai. Dan sampai pula di lokasi Air Terjun yang sampai kemimpi-mimpi semalaman. Yeeeeaaayyy... We did it guys! Akhirnya kami sampai juga di lokasi Air Terjun Bidadari itu.

Dengan Background Air Terjun Bidadari
Proudly present, Bidadari Waterfall, Teluk Sumbang
Air terjun itu tingginya mungkin sekitar 10-15 meter. Lebar air terjunnya sendiri mencapai 15 meter. Kebayang dong karena habis ujan semalaman, debit air yang turun dari sana jadi melimpah ruah. Kami berada di tepi kanan air terjunnya, dan tidak banyak batu-batuan yang bisa dipakai buat duduk-duduk. Sepertinya karena debit air yang banyak menutupi batuan-batuan yang layak injak. Tempat ini sungguh masih sangat asri. Tidak ada jejak-jejak yang ditinggalkan oleh manusia sama sekali. Pinggiran sungainya pun penuh dengan semak-semak yang tumbuh liar. Saya kembali speechless, sambil dalam hati tidak henti-hentinya tertawa bahagia. Ya. Ini adalah sebuah kenikmatan luar biasa. Sama sekali tidak menyesal sudah sampai disini.

Oia, FYI ya, tolong jangan diketawain ya kalau saya udah heboh aja dengan air terjun yang tingginya 10-15 meter. Soalnya nih, di Kalimantan itu sebagian besar adalah dataran rendah. Gak ada gunung-gunungnya sama sekali. Sehingga air terjun yang begini udah luar biasa loh. Jarang banget ketemu yang sampai setinggi ini. Bahkan, catatan saya ini adalah air tejun yg paling tinggi yang pernah saya jumpai di Kalimantan Timur.

Kami bermain dan beristirahat kurang lebih sekitar 1 jam. Saya udah pasang stand duduk paling nyaman dengan kaki terendam di air. Airnya sejuk banget, khas dari hutan. Sesi narsis sudah lewat, dan saatnya meresapi setiap inci keindahan yang berada disana. Waktu itu hujan sudah berhenti, dan matahari mulai menampakkan sinarnya. Arus sungai yang deras yang membuat saya mengurungkan niat untuk berendam seluruhnya disana. Pun hanya dengan begitu embun-embun percikan air terjun selalu menerpa lembut wajah saya. Wah, pokoknya kenikmatan hakiki itu tercapai saat berada dekat sekali dengan alam seperti ini. Seakan merasakan lebih dekat lagi kepada Sang Pencipta. Bersentuhan langsung dengan hasil ciptaannya seperti ini, membuat jiwa saya tentram.

Saat mulai menyadari sekitar, saya melihat kawanan laki-laki itu tinggal sebagian. Rupanya mereka menjelajah dibalik air terjunnya. Saya jelas nggak berani melihat mereka menyusuri sisi-sisi sungai yang pijakannya gak terlalu lebar. Khawatir kalau kepleset langsung nyemplung. Dan enggan rasanya meninggalkan tempat saya tertambat, karena kekhusyukan saya masih tidak ingin terganggu. Apalagi saat mereka sibuk menjelajah belakang Air Terjun tersebut, pohon-pohon yang membiaskan cahaya matahari tersebut, menciptakan Ray Of Light (ROL) seperti di negri dongeng. Percikan air dari air terjunnya memantulkan sempurna bias cahaya matahari dari sela-sela pohon. Pokoknya epic banget!

Ini yang bikin betah gak kemana-mana
Setelah mereka semua kembali dari eksplorasinya, para laki-laki itu cerita dengan heboh mengenai penemuan sebuah gua kecil disana. Dan pak Syarikat membuat mereka tambah sombong setelah berkata bahwa mereka adalah orang kedua yang masuk kesana, setelah sebelumnya ilmuwan dari negri mana gitu, saya lupa mengeksplorasinya. Saya tetep keukeuh gak iri. Iya kok gak iri. #mainpasirdipojokan.

Perjalanan pulang kembali ke rumah bapak Kepala Desa berlangsung singkat. Dengan sisa-sisa tenaga dan semangat, dan beberapa kali terperosok di turunannya, saya akhirnya menginjakkan kembali kaki ke rumah bapak kepala desa bersama 7 orang lainnya. Kak Agus, Mas Alyas dan Pak Syarikat menyelesaikan administrasi di rumah kepala adat, sementara kami ber-8 malah loncat lagi ke sungai dekat rumah bapak kepdes untuk bebersih diri. Saya terutama ngebersihin sendal gunungnya Mpo Noru, karena sudah berjasa banget ngelindungin kaki saya sampai ke air terjunnya.

Selepas makan siang sekitar pukul 13.00, kami akhirnya mulai packing dan mulai pamitan sama bapak kepala desa. Sempat foto keluarga bersama dengan menggunakan tripod. Sehingga semuanya kena, formasi lengkapnya semua kena foto. :)

Formasi lengkap Team 13 dan Pak Syarikat, Kepdes dan Istri.
Kami meninggalkan desa tersebut dengan enggan sebenarnya, karena kenyamanan dan keramahannya masih terasa. Namun, tanjakan itupun akhirnya kami turuni pula. Yep, kembali ke peradaban kawan-kawan. Kemudian kami menaruh muatan dan mencoba eksplorasi ke air terjun di pinggir laut. Namun ombak pasangnya tidak memungkinkan kami untuk berjalan lebih jauh. Sehingga kami memutuskan untuk langsung naik perahu, menuju Pulau Kayungan untuk snorkling.

Sebelum Turun dari tanjakan, ngeksis dulu. Lautnya keliatan loh..
Perjuangan eksplorasi air terjun pinggir pantai, terhalang ombak pasang
Kalau ada pertanyaan, "Memangnya kamu ikut snorkling, fris?". Jawabannya pasti tidak. Karena satu, saya gak bisa berenang. Dua, saya gak bawa safety jacket. Dan tiga saya udah gak punya tenaga buat ngapa-ngapain lagi. Ibaratnya kalau di game-game RPG itu, saya kehabisan EXP. Tinggal 5% yang tersisa ini pun hanya untuk senyum dan bicara seadanya. Sehingga saat perahu mulai berjalan menuju Kayungan, saya langsung tertidur dengan cantik bersama mpo Noru disamping saya. :D

Bobo cantik di kapal ala Frisca dan Po Noru
Sesampainya di Pulau Kayungan Besar, kami malah terdiam di atas kapal. Soalnya kalau mau ke daratan bakal basah kuyup sampe ke kepala. Pasang tinggi banget! Akhirnya merayu yang punya kapal buat ngelilingin pulau mencari spot terumbu karangnya. Namun, sampai pulaunya selesai di kelilingi pun, anak-anak belum ada yang nyemplung. Entah karena kapalnya nggak stop, atau karena memang gak ada spot yang bagus. Entahlah. Saya tidak banyak ambil pusing, cukup duduk manis menikmati pemandangan di atas perahu.

Berkeliling Pulau Kayungan Besar
Kak Firman dan view Pulau Kayungan dibelakangnya
Akhirnya, yang punya kapal menyarankan kami untuk lewat Sigending. Jadi pulangnya gak lewat jalan perginya kemaren. Kata beliau disana ada spot yang bagus untuk snorkling. Kami pun iya-iya aja. Yang penting pada bisa nyebur, biar bisa menuntaskan hajad di perjalanan kali ini.

Sigending itu mungkin nama pulau. Tapi, kami ternyata di bawa ke celah antar pulau. Yang sebelah kiri adalah pulau utama dan yang sebelah kanan adalah pulau entah apa namanya. Kami serasa melewati sebuah sungai dengan warna toska yang amat jernih. Spot-spot snorkling pun terlihat, dalamnya mungkin 3-4 meter. Dan yang udah siap-siap dari tadi sepertinya langsung nyebur gitu aja. Kak Agus yang mempelopori, kemudian disusul Mas Eko, Mas Alyas, Mas Heri dan Kak Firman. Wah, perahu bergoncang kesana kemari sejauh tambatan terpasang. Saya? saya, Mpo Norma dan Mpo Athie menikmatinya dengan cara baru. Ya, karena airnya amat jernih, dari atas pun terlihat biota-biota lautnya. Ikannya dan terumbunya. Saya cukup tengkurap di atas atap kapal, dengan wajah menghadap laut bersama Mpo Norma dan Mpo Athie. Ini udah cukup untuk saya. Melihat ikan-ikan kecil itu berenang riang udah seperti ngerasa berenang bersama mereka kok. #menghiburdiri

Ga nyebur, biar bisa fotoan. :D
Setelah acara snorkling-snorklingan itu selesai, kami kembali menyusuri jalan pulang. Dan kami takjub karena disuguhi pemandangan yang luar biasa sampai akhirnya lepas dari Pulau sigending. Bagaimana tidak? Sore hari itu, saat sang Surya perlahan-lahan bergerak turun, pemandangan disekitar kami adalah hutan bakau. Hutan bakau liar yang bentuknya bermacam-macam. Seperti tersesat di hutan yang kaya di filem-filem itu. Dan kembali dengan aksi narsis-narsisan biasanya. Haha.. perjalanan yang benar-benar menyita tenaga sekaligus menyita decak kagum.

Ini Pohon bakau loh
Narsis itu wajib
Ahahaha ini Frisca Po Athie Po Noru dan kak Agus
Sesampainya di Teluk Sulaiman, setelah bongkar muat barang. Kembali kami mengabadikan moment ini. Ya, ini adalah salah satu foto yang saya suka. Karena ini adalah foto terakhir setelah kami menyelesaikan semua petualangan yang kami rencanakan jauh-jauh hari. Walau memang berbeda dengan apa yang kami rencanakan sebelumnya, kami tetap bersyukur dan sangat menghargai waktu-waktu yang telah kami lewati. Khususnya saya. Ini adalah perjalanan prestasi buat saya, senang bisa berada di perjalanan ini dengan pasukan ini. Saya mendapat pengalaman baru, motivasi baru, dan bahkan keluarga baru.

Di Dermaga Teluk Sulaiman. Bongkar muat barang
Malam harinya, kebetulan malam itu adalah malam pergantian tahun 2013 ke 2014. Rencana awalnya saya ingin ada api unggun di pinggir pantai, jagung dan tawa ceria. Nyatanya? Yap, kami semua tepar kelelahan. Setelah makan malam, dengan mata terkantuk-kantuk Saya dan Mpo Noru duduk di teras rumah mas Eko. Kami masih membahas tentang kejadian di Teluk Sumbang, ya, saling sharing perasaan. Iya Mpo Noru, gak usah di komentarin "Kenapa harus sama kamu lagi sih, Fris?" nyatanya kita memang couple-an terus beberapa hari ini kan mpo? Semoga di trip selanjutnya udah bersama Travelmate masing-masing yaa.. :p Dan kemudian Kak Agus dan Mas Adi bergabung. Pembahasan tentang bagaimana mengambil hikmah dari semua kejadian ini, dan mencoba mengambil pelajaran. Dalam hati, saya mengiyakan, kami harusnya mengerti Manusia bisa saja merencanakan, akhirnya Allah juga yang menentukan. Apalagi yang berkaitan langsung dengan Alam. :)

Sekitar pukul 20.00 WITA, kembali sesi perawatan bapak sopir. Kak Agus minta di pijetin lagi, dan kali ini Mpo Athie juga kena sial. Dia harus ikut mijetin juga. Saya? Saya sih melipir makan jagung rebus yang udah disiapin sama Ibunya Mas Eko. Gak mau ikut-ikutan ternoda dengan predikat yang sama dengan Mpo Noru *hehe.. peace po!*. Selesai acara perawatan itu tadi, mereka nyusul saya makan jagung bakar. Yah, tapi, gak nyampe 15 menit udah pada nyari bantal. Padahal baru sekitar jam 23.00 loh. Saya mencoba bertahan, tapi ternyata gak sanggup. Akhirnya ikutan masuk kamar. Dan New Years Eve malam itu, dilewati begitu saja dengan sukses.

Esok paginya kami pun bersiap-siap kembali kepada kehidupan nyata kami. Bersiap-siap meninggalkan semua kenyamanan Laut dan pemandangan indah ini. Sangat berat rasanya, harus kembali kepada realita dan kenyataan. Haha.. namun, tenang saja, sepertinya saya pasti akan kembali lagi ke tempat menyenangkan ini. InsyaAllah. ;)

Mengenai renungan di awal tahun, saya sudah menyediakan postingan tersendiri, dan mengenai cerita perjalan pulangnya silahkan lihat di postingan perjalanan PP jalur darat Samarinda-Biduk biduk oleh Mpo Noru, di sana jauh lebih detail dan menyeluruh.

Masih gak terlupa bagaimana rasanya berpetualang menjalani perjalanan ini bersama mereka, padahal sampai postingan ini selesai saya tulis, udah hampir dua bulan aja. Masih pengen jalan-jalan sama kalian lagi, masih pengen bertingkah konyol dan bodoh bersama kalian lagi, masih pengen ketawa bareng dan marah bareng kaya dulu lagi, semoga diberikan kesempatan untuk sama-sama lagi ya, kawan-kawan team 13.

See You Later, Teluk Sumbang. :)
See You Later, Biduk-biduk. :)

Lots of love for you guys.

Frisca D. Putri. 
*kisskisshughug*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar